Memutus ketergantungan pakan pabrik, Budidaya Ikan di Pontianak Pakai Pakan Aleternatif

image 3 - Memutus ketergantungan pakan pabrik, Budidaya Ikan di Pontianak Pakai Pakan Aleternatif

Pontianak, 16/5 – Desa Mega Timur, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, yang berada di pinggir Sungai Landak, memiliki potensi besar mendongkrak ekonomi warga setempat, antara lain, melalui budi daya ikan air tawar.

Budi daya ikan dengan sistem keramba jaring apung dilakukan secara pribadi maupun melalui kelompok perikanan (pokdakan). Berbagai jenis ikan air tawar dibudidayakan, mulai dari ikan nila, patin, lele, dan ikan lainnya.

Beberapa faktor memengaruhi produksi budi daya ikan oleh warga maupun pokdakan yang berdampak terhadap keuntungan didapat  selama ini. Dari sisi benih, saat ini baik harga maupun stok, masih aman. Kemudian dari sisi lingkungan juga sangat mendukung. Hanya, dalam pakan ikan, sebagian besar masih tergantung produk industri atau pabrik.

Selain ketergantungan pakan ikan dari pabrik, harganya pun fluktuatif, bahkan sering naik cepat. Saat ini harga pakan ikan tembus Rp415.000 per karung atau per 30 kilogram. Padahal, sebelumnya masih Rp245.000 per karung.

Sementara biaya produksi budi daya ikan, 60 persennya ditentukan oleh variabel pakan. Artinya, komponen biaya pakan  menentukan tingkat keberlanjutan usaha, keuntungan, serta kesejahteraan pembudi daya.

Ketergantungan pakan pada pabrik dan harga yang tren terus naik menjadi masalah besar bagi pembudi daya, apalagi harga jual ikan masih stabil. Inilah yang membuat petani ikan memikirkan bagaimana bisa memproduksi sendiri dengan memanfaatkan bahan baku lokal.

Produksi pakan secara mandiri saat ini, antara laij, sudah diupayakan oleh Pokdakan Harapan Jaya. Pokdakan yang telah dibentuk sejak 2009  dan dipimpin Ibnu Abbas tersebut membuat pakan lokal dengan memanfaatkan bahan baku yang tersedia di daerahnya tersebut pada 2020.

Kenaikan harga pakan yang signifikan membuat sebagian pokdan atau pembudi daya ikan sempat gulung tikar. Itulah yang membuat mereka berpikir keras dan mencari solusi.

Awalnya dengan uji coba sederhana membuat pakan ikan dari ampas kelapa dan ikan asin apkiran, yang kemudian digiling dibuat menjadi pelet sederhana. Pakan tersebut hanya untuk ikan lele, yang tidak cerewet dalam mengonsumsi pakan. Apakah pakan atau pelet terapung atau tenggelam tidak masalah. Namun,  tantangan kembali datang untuk pakan ikan nila yang harus berjenis mengapung.

“Tiga kali harga pakan pabrik naik signifikan, dari Rp200 ribuan capai Rp400 ribuan. Sebelumnya kami sangat tergantung dengan pakan pabrik. Kalau dipertahankan, tentu  rugi sebab biaya produksi tinggi. Kondisi itu mendorong kami untuk menghadirkan pakan lokal,” ucap Pak Abbas, sapaannya, di Kubu Raya, Selasa.

Seiring waktu, untuk memenuhi pakan ikan nila yang harus terapung, ia mencoba membuat pakan yang menyerupai buatan pabrik dalam hal komposisi. Bahan bakunya memanfaatkan dari lokal.

Tepung ikan yang menjadi bahan baku utama dan berpengaruh signifikan dalam memberikan nutrisi bagi ikan peliharaan diganti dengan tepung apoy. Istilah tepung apoy yang dipopulerkannya bersumber dari aneka jenis udang kecil, ikan apkiran, dan sampah ikan yang diolah menjadi tepung.

Untuk produksi tepung apoy, baik dari sisi bahan baku maupun produksi, tidak sulit. Dengan tepung apoy juga saat ini memberdayakan nelayan dan bisa menjadi tambahan penghasilan karena sebelumnya sampah ikan, udang jelek, dan ikan asin apkiran, dulu tidak berharga. Saat ini harganya bisa mencapai Rp4.000 per kilogram.

Bahan baku lainnya seperti dedak juga tidak sulit didapat. Pasokan dedak berasal dari usaha beras.

Bahkan, beras kadaluwarsa juga bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pakan ikan. Beras kadaluwarsa dan tidak terpakai digiling jadi tepung dan dijadikan bahan baku untuk pakan ikan. Saat ini pihaknya membutuhkan beras rusak sekitar 4 ton per bulan. Budidaya nila

Pokdakan Harapan Jaya, dengan kemandirian pakannya,  saat ini bisa membudidayakan ikan nila sekitar 100 ribu ekor dari 100 keramba jaring apung dengan masa produksi nila satu kali panen sekitar 4–4,5 bulan.

Dengan pakan mandiri, saat ini pokdakan bisa menekan biaya produksi hingga 50 persen. Ihwal nutrisi pakan, juga sudah dikonsultasikan dengan pihak perguruan tinggi. Setiap ekor nila mulai awal tumbuhan sampai panen membutuhkan pakan 1–1,2 kilogram.

Produksi pakan sejauh ini masih untuk memenuhi kebutuhan kelompok dan beberapa warga lain yang membutuhkan.

Tantangan yang dihadapi saat ini berupa peralatan untuk memaksimalkan kapasitas, namun pihaknya perlu bantuan.

Bantuan pemerintah yang pernah masuk melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kubu Raya berupa 10 keramba beserta benih dan pakan. Pernah pula bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.

Ibnu Abbas menjelaskan dengan bekal pengalaman budi daya ikan saat nyantri di pondok pesantren, ia merasa punya bekal pengetahuan yang cukup. Berkat kegigihannya dalam menghadapi berbagi persoalan, hingga kini usahanya masih eksis. Terkait pasar ikan nila masih terbuka lebar, bahkan belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.

Pasar induk saja membutuhkan tiap hari 200 kilogram ikan. Belum lagi pedagang eceran dan konsumen langsung. Sejauh ini ia hanya mampu memasok orang yang selalu datang ke tempat usahanya.

“Peluang pasar ikan nila sangat besar dan kami selalu kekurangan suplai. Untuk harga ikan nilai saat ini di tingkat konsumen capai Rp32-35 ribu per kilogram,” ucap dia. Dukung pokdakan

Persoalan harga dalam budi daya ikan air tawar telah menjadi sorotan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Provisi Kalbar. Kepala Bidang Perikanan Budidaya DKP Provinsi Kalbar Erviyanto mengatakan pihaknya tengah melakukan identifikasi persoalan yang dihadapi pembu didaya ikan. Sejauh ini berdasarkan temuan di lapangan, pakan menjadi sorotan utama.

Persoalan pakan ikan di Kalbar yang tergantung dari pasokan luar atau tergantung dari pabrik memang harus dicarikan solusi. Untuk itulah usaha pakan mandiri dari pembudi daya atau pokdakan terus didorong.

Ia sudah berdiskusi dengan Pokdakan Harapan Jaya dan berkesimpulan bahwa usaha membuat pakan mandiri patut digencarkan dan diikuti pembudi daya lainnya.

DKP Provinsi Kalbar akan masuk melalui program-program yang ada. Terobosan soal pakan mandiri harus digencarkan dan disebarluaskan. Pokdakan akan dibina agar bisa terus mandiri menyediakan pakan ikan sehingga biaya produksi bisa ditekan. Apalagi potensi bahan baku alternatif mudah didapat dan kualitas tidak kalah dengan pabrikan.

“Kami lagi mewacanakan bagaimana melakukan pemberdayaan masyarakat desa untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui program pakan ikan mandiri/kampung perikanan budi daya di Provinsi Kalbar,” katanya.

Kini saatnya pembudi daya ikan berdaya dan mandiri, yang pada akhirnya meningkatkan  kesejahteraan warga.